I. PENDAHULUAN
Kondisi yang mewarnai pembelajaran matematika saat ini
adalah seputar rendahnya kualitas (baca:mutu)
pendidikan matematika, (Marpaung, 2001; Sembiring, 2001; Hadi, 2002; Fauzan,
2002). Laporan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) tiga tahun ini
menunjukkan bahwa mutu pendidikan matematika yang ditandai dengan nilai
rata-rata ujian nasional pada tingkat nasional masih yang terendah dibandingkan
dengan mata pelajaran yang lain (Depdiknas, 2008).
Menurut Djaali (2007), Sukmadinata (2006) mengemukakan
bahwa mutu pendidikan dicerminkan oleh kompetensi lulusan yang dipengaruhi oleh
kualitas proses dan isi pendidikan, mutu dipandang hasil tetapi dapat pula
dilihat dari proses pembelajaran di kelas, mutu lulusan yang rendah dapat
menimbulkan berbagai masalah, seperti tidak dapat melanjutkan studi, tidak
dapat menyelesaikan studinya pada jenjang lebih tinggi.
Jika ditinjau dari proses belajar mengajar, terdapat
beberapa hal yang sangat mendasar dan perlu mendapat perhatian khusus, hal
tersebut didasarkan pada hasil diskusi dari beberapa rekan guru dalam forum
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) mengungkapkan bahwa: (1) sangat sulit
menerapkan model ataupun pendekatan pada RPP yang mereka buat, sehingga RPP
yang dibuat belum mencerminkan model atau pendekatan yang mereka pilih, (2) RPP
yang dibuat tidak dilengkapi LKS, buku siswa yang sesuai, karena mereka belum
mengetahui benar bagaimana model atau pendekatan yang mereka pilih, (3)
khususnya dalam penyajian materi masih terdapat beberapa masalah dalam
pembelajaran
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 yang
menjadi acuan sekarang ini antara lain menyatakan bahwa dalam kegiatan
pembelajaran guru hendaknya menerapkan berbagai pendekatan, strategi, metode
dan teknik pembelajaran yang mendidik secara kreatif, penataan materi
pembelajaran secara benar sesuai dengan pendekatan yang dipilih dan
karaktristik siswa. Pengajaran ini dimulai dari hal-hal konkret dilanjutkan
ke hal yang abstrak. Pengajaran di SMP, terutama diarahkan agar siswa memiliki
kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta
memiliki sikap menghargai matematika dan kegunaannya dalam kehidupan, harapan
tersebut tidak sejalan dengan situasi dan kondisi pembelajaran matematika di
kelas selama ini dalam belajar adalah pembelajaran secara konvensional dimana
siswa hanya menerima saja apa yang disampaikan oleh guru, urutan penyajian
bahan dimulai dari abstrak ke konkret, yang bertentangan dengan perkembangan
kognitif siswa dan kurang memanfaatkan lingkungan siswa sebagai sumber belajar
(Soedjadi, 2001a).
Pembelajaran matematika realistik adalah pendekatan
pendidikan matematika yang telah dikembangkan dan diterapkan di Belanda sejak
tahun 1971. Pendekatan ini mengacu pada pendapat Freudental (dalam Gravemeijer,
1994:82), yang menyatakan bahwa pendidikan matematika harus dikaitkan dengan
realita dan kegiatan manusia. Pendekatan itu dikenal dengan nama Realistic Mathematics Education (RME).
Dalam bahasa Indonesia, secara operasional RME itu
semakna dengan Pembelajaran Matematika Realistik. Oleh karena itu setelah
melalui berbagai penyesuaian, RME itu dicoba dikembangkan dan diterapkan di
Indonesia dengan nama Pembelajaran Matematika Realistik (PMR).
Soedjadi (2001a:2-3), mengemukakan bahwa PMR pada
dasarnya adalah pemanfaatan realita dan lingkungan yang telah dipahami siswa
untuk memperlancar proses pembelajaran matematika, dengan harapan agar tujuan pembelajaran
matematika dapat dicapai lebih baik dari pada masa yang lalu. Yang dimaksud
realita adalah hal-hal nyata atau konkret, yang dapat diamati atau
dipahami siswa melalui membayangkan. Sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan
adalah lingkungan tempat siswa berada, baik lingkungan sekolah, keluarga maupun
masyarakat yang dapat dipahami siswa. Dengan kata lain yang dimaksud dengan
lingkungan adalah kehidupan sehari-hari yang dialami atau dapat dipahami siswa.
Jelaslah bahwa dalam PMR pembelajaran tidak dimulai dari
definisi, teorema atau sifat-sifat kemudian dilanjutkan dengan contoh-contoh,
seperti yang selama ini dilaksanakan di berbagai sekolah. Namun sifat-sifat,
definisi dan teorema itu diharapkan seolah-olah ditemukan kembali oleh siswa
melalui penyelesaian masalah kontekstual yang diberikan guru di awal
pembelajaran. Dengan demikian dalam PMR siswa didorong atau ditantang untuk
aktif bekerja, bahkan diharapkan dapat mengkonstruksi atau membangun sendiri
pengetahuan yang diperolehnya.
Gravemeijer (1994: 90-91), mengemukakan bahwa ada tiga
prinsip kunci (utama) dalam Pembelajaran Matematika Realistik, yaitu: guided reinvention/ progressive
mathematizing (penemuan kembali),
didactical phenomenology (fenomena mendidik) dan self-developed models (mengembangkan
model sendiri).
Soedjadi (2001a:3-4), menjelaskan bahwa dalam penerapan
PMR yang beroriantasi pada pemecahan masalah kontekstual semenjak awal
pembelajaran, perlu dipikirkan masalah-masalah sederhana yang memungkinkan
siswa dapat melakukan kegiatan yang mengarah kepada pembentukan konsep antara
(misalnya konsep antara ke-1). Setelah konsep antara ke-1 diperoleh, mungkin
diperlukan konsep antara ke-2, yang dibangun sejalan dengan konsep antara ke-1.
Pencapaian konsep-konsep antara ke-1, ke-2 dan seterusnya. memungkinkan
dilakukan dengan berbagai cara berbeda oleh siswa melalui kegiatan informal
matematika. Baru kemudian kegiatan diarahkan agar siswa dapat membangun sendiri
konsep utama yang menjadi tujuan pembelajaran utama.
Terkait dengan prinsip dan karakteristik PMR, Fauzi
(2002), mengemukakan adanya lima langkah kegiatan inti dalam pembelajaran
matematika realistik, yaitu: (1) Memahami masalah kontekstual, (2)
Menjelaskan masalah kontekstual, (3) Menyelesaikan masalah kontekstual, (4)
Membandingkan jawaban dan (5) Menarik kesimpulan. Menjelaskan masalah
kontekstual seperti dikemukakan Fauzi (2002), itu masih termasuk kedalam
langkah memahami masalah kontekstual. Oleh karena itu dengan mengacu pada
pendapat Gravemeijer (1994:93-94), Soedjadi (2001a:3-4), Fauzi (2002) dan
memperhatikan pengertian, prinsip utama serta karakteristik PMR, sebagaimana
dikemukakan di atas, maka langkah-langkah kegiatan pembelajaran inti PMR yang
digunakan dalam penelitian ini terdiri atas empat langkah, yaitu: memahami
masalah kontekstual, mendeskripsikan dan menyelesaikan masalah kontekstual,
membandingkan dan mendiskusikan jawaban dan menarik kesimpulan.
Observasi ini saya laksanakan sebagai tugas mata kuliah
Pendidikan matematika Realistik yang di ajarkan oleh Prof. Dr. Zulkardi
M.I.Komp.M.Sc. Kami diminta untuk membuat lesson (Perangkat Pembelajaran PMRI)
dan di praktekkan di sebuah sekolah yang kami kunjungi. Kebetulan saya melakukannya di SMP tempat
saya mengajar Yaitu di SMP Negeri 37 Kabupaten Ogan Komering Ulu..
Materi yang
saya pilih yaitu “ Penjumlahan dan perkalian Suku Aljabar”. Materi ini di
ajarkan pada kelas VIII, Mengapa
saya mengambil materi ini? Dari pengalaman saya dan beberapa guru matematika yang tergabung dalam MGMP
matematika sekolah dikabupaten OKU pada umumnya mereka mengatakan anak-anak
tersebut mengalami kesulitan apabila ketemu soal yang menyangkut konsep penjumlahan
dan perkalian bentuk aljabar. Begitupun hal yang saya temui di kelas IX
saat membahas soal-soal yang menyangkut konsep penjumlahan dan perkalian
bentuk aljabar. Pada materi ini siswa masih kesulitan memahami konsepnya karena
selama ini pembelajaran yang dilakukan masih memakai gaya lama. Menurut Soejadi (2000:1) Pembelajaran
matematika di sekolah masih mengikuti kebiasaan dengan urutan diterangkan di
berikan contoh dan diberikan latihan.
Itulah
sebabnya saya tertarik untuk memilih materi ini yang diajarkan dengan
menggunakan pendekatan PMRI, dimana anak-anak diajak belajar dengan menggunakan
benda yang konkret.. Ternyata anak-anak tersebut sangat antusias dan senang
sekali sebab mereka tidak langsung disuguhi dengan angka-angka dan rumus-rumus
yang langsung jadi. Semua mereka dapatkan sendiri melalui proses pembelajaran
diskusi mereka dan akhirnya menarik kesimpulan dari apa yang didiskusikanya..
Untuk tugas mata
kuliah ini karena waktunya pada semester genab dan siswa sedang melaksanakan
semesteran maka saya mengambil sample beberapa orang saja dalam satu kelas
yaitu kelas VIII B dan hanya satu kali pertemuan maka saya ambil yang sederhana
saja. Tapi seandainya pengajaran ini kelak dipraktekkan dengan sebenarnya ,
mungkin banyak sekali manfaatnya bagi siswa, selain mereka belajar matematika
menyenangkan, ingatan mereka tentang konsep penjumlahan dan perkalian bentuk
aljabar ini juga juga akan bertahan lama sebab biasanya apabila pembelajaran
itu dikaitkan dengan benda koonkret ia akan sangat melekat di ingatan siswa dan
itu akan bertahan lama.
III. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
a.
Kegiatan Pendahuluan
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
dan pokok-pokok materi yang akan dipelajari
1.
Apersepsi,
yaitu melalui Tanya jawab dengan siswa, guru mengingatkan tentang konsep
penjumlahan dan perkalian yang telah dipelajari sebelumnya
2.
penjelasan tentang pembagian kelompok dan cara belajar.
Tiap kelompok terdiri dari 4- 5 orang yang kemampuanya Hetrogen
b. Kegiatan Inti
1.
Siswa membentuk kelompok belajar yang diimformasikan guru
2.
Guru membagikan Lembar Kerja Siswa (LKS)
3.
Siswa bekerja dalam kelompok menyelesaikan permasalahan 1
yang ada dalam LKS dengan menggunakan benda-benda konkret yang dibawa siswa
dalam kantong plastik.
4.
Siswa wakil kelompok mempersentasikan hasil diskusi
kelompoknya dan kelompok lain menangapi hasil kerja kelompok yang mendapat
tugas.
5.
Siswa mengerjakan permasalahan ke dua dengan permasalahan
yang dibuat oleh guru dalam lembar kerja siswa untuk menghitung jumlah siswa
laki-laki dan perempuan didua kelas yang berbeda. (data Absen Siswa)
6.
Siswa wakil kelompok mempersentasikan hasil diskusi
kelompoknya dan kelompok lain menangapi hasil kerja kelompok yang mendapat
tugas.
7.
Siswa mengerjakan
permasalahan ketiga dengan sebelumnya mendapat penjelasan dari guru
langkah-langkah kegiatan yang harus dilakukanya dalam penggunaan media Ubin
8.
Siswa wakil kelompok mempersentasikan hasil diskusi
kelompoknya dan kelompok lain menangapi hasil kerja kelompok yang mendapat tugas.siswa
membuat kesimpulan dari diskusi yang
dilakukanya.
9.
guru menjelaskan aturan perkaliaan dalam bentuk aljabar
dan mengingatkan mereka kembali dengan pembelajaran sebelumnya tentang sifat
distributif dalam perkalian serta
penggunaan media ubin dalam pembelajaran perkalian bentuk aljabar
10.
dengan bimbingan guru Siswa mengerjakan permasalahan
keempat dengan menggunakan media ubin
dalam menentukan perkalian bentuk aljabar dan mempersentasikanya kedepan
11.
Siswa membuat kesimpulan dari apa yang telah dikerjakanya.
12.
Guru mengadakan refleksi dengan menanyakan kepada siswa
tentang hal-hal atau materi yang belum dipahaminya dengan baik, kesan dan pesan
atau hal-hal yang dirasakan selama mengikuti pembelajaran.
c. Kegiatan Akhir (penutup)
1.
Guru dan siswa membuat kesimpulan akhir tentang
penjumlahan dan perkalian bentuk aljabar
2.
Siswa diberikan pekerjaan rumah (PR) tentang penjumlahan
dan perkalian bentuk aljabar.
IV. KARAKTERISTIK PMRI
Keterkaitan Pembelajaran pada
materi Penjumlahan dan Perkalian Bentuk aljabar ini dengan kelima karakte-ristik PMRI,
yaitu:
1. Menggunakan konteks
Konteks
yang digunakan adalah daun pohon karet, biji pohon karet, lidi dan batu kerikil
yang semuanya didapat siswa dengan mudah dari sekeling sekolah. Penggunaan
konteks tersebut bertujuan agar proses berfikir siswa terjadi sehingga dengan
menggunakan benda-benda konkret dapat melakukan proeses pemikiran menjumlahkan
benda-benda yang sama atau sejenis.
2.
Menggunakan model
Pola Ubin yang digunting-gunting siswa
merupakan model dalam pembelajaran, dengan menggunakan model ubin atau metode
ubin siswa dapat dengan mudah menjumlahkan dan mengalikan bentuk aljabar. Dan juga
siwa dapat dengan mudah menarik suatu kesimpulan dari model yang merka buat
dalam menjumlakan dan mengalikan bentuk aljabar.
3. Menggunakan kontribusi siswa
Kontribusi
yang besar pada proses belajar mengajar diharapkan dari kontribusi siswa
sendiri yang mengarahkan mereka dari metode informal mereka ke arah yang lebih
formal. Siswa diberi
kesempatan untuk bekerja, berpikir dan mengkomunikasikan pendapat mereka dan
guru hanya bertindak sebagai pembimbing (fasilitator), moderator dan evaluator.
4.
Interaktivitas
Guru sebagai fasilitator memberikan
arahan/petunjuk untuk mengatur mereka sehingga siswa dapat
berberinteraksi antara sesama siswa, siswa dengan guru, baik dalam diskusi,
kerja sama dan evaluasi.
5. Terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya.
Dengan melakukan kegiatan
pembelajaran, siswa dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahn yang
ditemukanya dalam pelajaran matematika dan IPA. Hal ini tentunya sangat menarik
bagi siswa sehingga siswa dapat mengembangkan pengetahuanya dalam pembelajaran
dengan membuat model-model pembelajaran yang ada kaitanya dengan pelajaran yang
diikutinya.
V.
PRINSIP-PRINSIP PMRI
Keterkaitan pembelajaran pada
materti Penjumlahan dan perkalian bentuk aljabar ini dengan 3 prinsip-prinsip
PMRI,yaitu:
- Menggunakan konteks, benda-benda konkret yang ada disekitar sekolah merupakan fenomena-fenomena mendidik yang mengandung konsep matematika. Siswa diberi kesempatan untuk mengkontruksi konsep-konsep matematika atau mengalami sendiri proses yang sama saat mereka melakukan penjumlahan dan perkalian bentuk aljabar dengan secara langsung menggunakan benda-benda
- Dari konteks tersebut dapat dijadikan bahan dalam pembelajaran matematika yang berangkat dari keadaan yang real bagi siswa sebelum mencapai tingkatan-tingkatan matematika formal.
- Adanya model berupa ubin pada buku mereka. Membandingkan pola pembelajaran yang ada dibuku paketnya dengan apa yang sudah dialaminya dalam pembelajaran, sehingga mereka mengetahui pembelajaran mana yang lebih baik digunakan dalam mengingat pembelajaran yang dibahas. Pola ubin yang digunakan berperan sebagai jembatan antara pengetahuan informal dan matematika formal
VI.
KESIMPULAN
a.
Kesimpulan
Dari hasil pembelajaran yang saya
lakukan pada materi penjumlahan dan perkalian bentuk aljabar dengan pendekatan
PMRI di SMP Negeri 37 OKU dapat disimpulkan bahwa anak-anak tersebut
sangat menyenangi cara pembelajaran seperti itu. Pertama dengan menggunakan
daun pohon karet, biji pohon karet lidi dan batu kerikil dipikiran mereka sudah
muncul pertanyaan-pertanyaan dan jawaban yang sesuai dengan pola pikirnya..Kedua
dengan menghitung jumlah siswa laki-laki dan perempuan dalam dua kelas yang
berbeda mereka mulai memahami apa yang akan dipelajarinya. Ketiga dengan
menggunakan model ubin dan menggantikan variable-variabelnya dalam bentuk x dan
y siswa tidak mengalami kebingungan lagi dalam menjumlahkan, sehingga mereka
tinggal mengelompokkan variable-variabel yang sama untuk dijumlahkan. Keempat
dengan menngunakan metode ubin siswa lebih memahami dan mampu menyimpulkan
dalam menjumlahkan dan mengalikan bentuk aljabar
Siswa
dengan senang melakukan diskusi dan lebih aktif dalam pembelajaran. Mereka
termotivasi dengan pembelajaran baik dalam diskusi maupun bertanya kepada guru
mengenai hal-hal yang belum dipahaminya dalam Guru sudah memulainya dengan
sesuatu yang bentuknya konkreet ke yang abstrak, dari model of ke model for,
dan dari informal ke formal. Itu
artinya guru sudah bertindak sebagai fasilitator, moderator dan evaluator. Dan pada
pembelajaran ini sudah ada keterkaitannya dengan 3 prinsip dan 5
karakteristik dalam PMRI.
b. Saran
Pembelajaran matematika berjalan
secara efektif, jika kebutuhan akan perangkat pembelajaran terpenuhi oleh guru,
olehnya itu hasil pengembangan ini dapat digunakan dalam proses belajar
mengajar untuk mendapatkan pembelajaran yang efektif dan menyenangkan,
disamping itu dapat menghasilkan hasil belajar yang maksimal.
Sebagai perluasan hasil praktek
pembelajaran ini, maka disarankan pula kepada guru matematika untuk melakukan
inovasi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pembelajaran
matematika realistik pada materi-materi yang lain agar siswa tertarik, senang
dan aktif dalam belajar matematika.
Daftar Pustaka:
Zulkardi.2002.Developing a ‘rich’ learning
environment on Realistic Mathematics
Wagiyo.A,
dkk. 2008. Pegangan
Belajar Matematika. Depdiknas.
Dewi Nuharini&Tri Wahyuni.2008. Matematika
Konsep dan Aplikasinya. Depdiknas.
Wintarti,Atik, dkk.2008. Contextual Teaching and Learning
Matematika. Depdiknas.
Hadi,
Sutarto. 2005. Pendidikan
Matematika Realistik. Tulip. Banjarmasin
Karso. 2009. Kajian Kesetaraan antara Pendekatan
Kontekstual dengan Realistikc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar