SELAMAT DATANG DI BLOG PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

SELAMAT DATANG DI BLOG PENDIDIKAN SMP NEGERI 37 OKU PROPINSI SUMATERA SELATAN

Jumat, 25 Mei 2012

Keajaiban Pada Unta





Lima puluh lima derajat celcius adalah suhu yang panas membakar. Itulah cuaca panas di gurun pasir, daerah yang tampak tak bertepi dan terhampar luas hingga di kejauhan. Di sini terdapat badai pasir yang menelan apa saja yang dilaluinya, dan yang sangat mengganggu pernafasan. Padang pasir berarti kematian yang tak terelakkan bagi seseorang tanpa pelindung yang terperangkap di dalamnya. Hanya kendaraan yang secara khusus dibuat untuk tujuan ini saja yang dapat bertahan dalam kondisi gurun ini.

Kendaraan apapun yang berjalan di kondisi yang panas menyengat di gurun pasir, harus didisain untuk mampu menahan panas dan terpaan badai pasir. Selain itu, ia harus mampu berjalan jauh, dengan sedikit bahan bakar dan sedikit air. Mesin yang paling mampu menahan kondisi sulit ini bukanlah kendaraan bermesin, melainkan seekor binatang, yakni
unta.

Unta telah membantu manusia yang hidup di gurun pasir sepanjang sejarah, dan telah menjadi simbul bagi kehidupan di gurun pasir. Panas gurun pasir sungguh mematikan bagi makhluk lain. Selain sejumlah kecil serangga, reptil dan beberapa binatang kecil lainnya, tak ada binatang yang mampu hidup di sana. Unta adalah satu-satunya binatang besar yang dapat hidup di sana. Allah telah menciptakannya secara khusus untuk hidup di padang pasir, dan untuk melayani kehidupan manusia. Allah mengarahkan perhatian kita pada penciptaan unta dalam ayat berikut:
أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ

Artinya : "Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana ia diciptakan." (QS. Al-Ghaasyiyah, 88:17)

Jika kita amati bagaimana unta diciptakan, kita akan menyaksikan bahwa setiap bagian terkecil darinya adalah keajaiban penciptaan. Yang sangat dibutuhkan pada kondisi panas membakar di gurun adalah minum, tapi sulit untuk menemukan air di sini. Menemukan sesuatu yang dapat dimakan di hamparan pasir tak bertepi juga tampak mustahil. Jadi, binatang yang hidup di sini harus mampu menahan lapar dan haus, dan unta telah diciptakan dengan kemampuan ini.


Unta dapat bertahan hidup hingga delapan hari pada suhu lima puluh derajat tanpa makan atau minum. Ketika unta yang mampu berjalan tanpa minum dalam waktu lama ini menemukan sumber air, ia akan menyimpannya. Unta mampu meminum air sebanyak sepertiga berat badannya dalam waktu sepuluh menit. Ini berarti seratus tiga puluh liter dalam sekali minum; dan tempat penyimpanannya adalah punuk unta. Sekitar empat puluh kilogram lemak tersimpan di sini. Hal ini menjadikan unta mampu berjalan berhari-hari di gurun pasir tanpa makan apapun.


Kebanyakan makanan di
gurun pasir adalah kering dan berduri. Namun sistem pencernaan pada unta telah diciptakan sesuai dengan kondisi yang sulit ini. Gigi dan mulut binatang ini telah dirancang untuk memungkinkannya memakan duri tajam dengan mudah.

Perutnya memiliki disain khusus tersendiri sehingga cukup kuat untuk mencerna hampir semua tumbuhan di gurun pasir. Angin gurun yang muncul tiba-tiba biasanya menjadi pertanda kedatangan badai pasir. Butiran pasir menyesakkan nafas dan membutakan mata. Tapi, Allah telah menciptakan sistem perlindungan khusus pada unta sehingga ia mampu bertahan terhadap kondisi sulit ini. Kelopak mata unta melindungi matanya dari dari debu dan butiran pasir. Namun, kelopak mata ini juga transparan atau tembus cahaya, sehingga unta tetap dapat melihat meskipun dengan mata tertutup. Bulu matanya yang panjang dan tebal khusus diciptakan untuk mencegah masuknya debu ke dalam mata. Terdapat pula disain khusus pada hidung unta. Ketika badai pasir menerpa, ia menutup hidungnya dengan penutup khusus.


Salah satu bahaya terbesar bagi kendaraan yang berjalan di gurun pasir adalah terperosok ke dalam pasir. Tapi ini tidak terjadi pada unta, sekalipun ia membawa muatan seberat ratusan kilogram, karena kakinya diciptakan khusus untuk berjalan di atas pasir. Telapak kaki yang lebar menahannya dari tenggelam ke dalam pasir, dan berfungsi seperti pada sepatu salju. Kaki yang panjang menjauhkan tubuhnya dari permukaan pasir yang panas membakar di bawahnya. Tubuh unta tertutupi oleh rambut lebat dan tebal. Ini melindunginya dari sengatan sinar matahari dan suhu padang pasir yang dingin membeku setelah matahari terbenam. Beberapa bagian tubuhnya tertutupi sejumlah lapisan kulit pelindung yang tebal. Lapisan-lapisan tebal ini ditempatkan di bagian-bagian tertentu yang bersentuhan dengan permukaan tanah saat ia duduk di pasir yang amat panas. Ini mencegah kulit unta agar tidak terbakar. Lapisan tebal kulit ini tidaklah tumbuh dan terbentuk perlahan-lahan; tapi unta memang terlahir demikian. Disain khusus ini memperlihatkan kesempurnaan penciptaan unta.


Marilah kita renungkan semua
ciri unta yang telah kita saksikan. Sistem khusus yang memungkinkannya menahan haus, punuk yang memungkinkannya bepergian tanpa makan, struktur kaki yang menahannya dari tenggelam ke dalam pasir, kelopak mata yang tembus cahaya, bulu mata yang melindungi matanya dari pasir, hidung yang dilengkapi disain khusus anti badai pasir, struktur mulut, bibir dan gigi yang memungkinkannya memakan duri dan tumbuhan gurun pasir, sistem pencernaan yang dapat mencerna hampir semua benda apapun, lapisan tebal khusus yang melindungi kulitnya dari pasir panas membakar, serta rambut permukaan kulit yang khusus dirancang untuk melindunginya dari panas dan dingin.

Tak satupun dari ini semua dapat dijelaskan oleh logika teori evolusi, dan kesemuanya ini menyatakan satu kebenaran yang nyata: Unta telah diciptakan secara khusus oleh Allah untuk hidup di padang pasir, dan untuk membantu kehidupan manusia di tempat ini.


Begitulah, kebesaran Allah dan keagungan ciptaan-Nya tampak nyata di segenap penjuru alam ini, dan Pengetahuan Allah meliputi segala sesuatu. Allah menyatakan hal ini dalam ayat Al-quran:
إِنَّمَا إِلَهُكُمُ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَسِعَ كُلَّ شَيْءٍ عِلْمًا

Artinya : "Sesungguhnya, Tuhanmu hanyalah Allah, yang tidak ada Tuhan selain Dia. Pengetahuan – Nya meliputi segala sesuatu." (QS. Thaahaa, 20:98)

Sumber : http://sains.artikelislami.com/2011/06/keajaiban-penciptaan-pada-unta.html

MUTU PENDIDIKAN

 
Pemahaman dan pandangan tentang mutu pendidikan selama ini sangat beragam. Orangtua memandang pendidikan yang bermutu sebagai lembaga pendidikan yang megah, gedung sekolah yang kokoh dengan genting yang memerah bata, taman sekolah yang indah, dan seterusnya. Para ilmuwan memandang pendidikan bermutu sebagai sekolah yang siswanya banyak menjadi pemenang dalam berbagai lomba atau olimpiade di tingkat nasional, regional, maupun internasional. Repatriat mempunyai pandangan yang berbeda lagi. Sekolah yang bermutu adalah sekolah yang memberikan mata pelajaran bahasa asing bagi anak-anaknya. Orang kaya tentu memiliki pandangan yang berbeda pula. Pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang diperoleh anaknya dengan membayar uang sekolah yang setinggi langit untuk memperoleh berbagai paket kegiatan ekstrakurikuler. Berbagai predikat lembaga pendidikan sekolah telah lahir, seperti sekolah favorit, sekolah unggulan, sekolah plus, kelas unggulan. Ada pula berbagai predikat lembaga pendidikan yang juga muncul bak jamur di musim penghujan, seperti boarding school, full day school, sekolah nasional berwawasan internasional, sekolah alam, dan sekolah berwawasan internasional. Semua sebutan itu tidak lain untuk menunjukkan aspek mutu pendidikan yang akan diraihnya.
Lalu, bagaimana sesungguhnya pendidikan yang bermutu tersebut? Dalam tulisan singkat ini akan dijelaskan secara sekilas tentang pandangan UNESCO tentang beberapa dimensi mutu pendidikan. Uraian tentang dimensi mutu pendidikan itu tertuang dalam buku EFA Global Monitoring Report 2005 atau Laporan Pemantauan Global Pendidikan Untuk Semua. Setiap tahun, UNESCO menerbitkan laporan tentang perkembangan pendidikan, baik pendidikan formal dan pendidikan informal, di berbagai belahan dunia.
Dalam bentuk diagramtis dimensi mutu pendidikan digambarkan sebagai berikut:

Berdasarkan diagram tersebut, tampak bahwa setidaknya ada lima dimensi yang terkait dengan mutu pendidikan.

Pertama, karakteristik pembelajar (learner characteristics)
Dimensi ini sering disebut sebagai masukan (inputs) atau malah masukan kasar (raw inputs) dalam teori fungsi produksi (production function theory), yaitu peserta didik atau pembelajar dengan berbagai latar belakangnya, seperti pengetahuan (aptitude), kemauan dan semangat untuk belajar (perseverance), kesiapan untuk bersekolah (school readiness), pengetahuan siap sebelum masuk sekolah (prior knowledge), dan hambatan untuk pembelajaran (barriers to learning) terutama bagi anak luar biasa. Banyak factor latar belakang peserta didik yang sangat mempengaruhi mutu pendidikan di negeri ini. Banyak anak usia sekolah yang tidak didukung oleh kondisi yang kondusif, misalnya peserta didik yang berasal dari keluarga tidak mampu, keluarga pecah (broken home), kesehatan lingkungan, pola asuh anak usia dini, dan faktor-faktor lain-lainnya. Dimensi ini menjadi faktor awal yang mempengaruhi mutu pendidikan.   

Kedua, pengupayaan masukan (enabling inputs)
Ada dua macam masukan yang akan mempengaruhi mutu pendidikan yang dihasilkan, yaitu sumber daya manusia dan sumber daya fisikal. Guru atau pendidik, kepala sekolah, pengawas, dan tenaga kependidikan lain menjadi sumber daya manusia (human resources) yang akan mempengaruhi mutu hasil belajar siswa (outcomes). Proses belajar mengajar tidak dapat berlangung dengan nyaman dan aman jika fasilitas belajar, seperti gedung sekolah, ruang kelas, buku dan bahan ajar lainnya (learning materials), media dan alat peraga yang dapat diupayakan oleh sekolah, termasuk perpustakaan dan laboratorium, bahkan juga kantin sekolah, dan fasilitas pendidikan lainnya, seperti buku pelajaran dan kurikulum yang digunakan di sekolah. Semua itu dikenal sebagai infrastruktur fisikal (physical infrastructure atau facilities). Singkat kata, mutu SDM yang tersedia di sekolah dan mutu fasilitas sekolah merupakan dua macam masukan yang sangat berpengaruh terhadap mutu pendidikan.
Ketiga, proses belajar-mengajar (teaching and learning)
Dimensi ketiga ini sering disebut sebagai kotak hitam (black box) masalah pendidikan. Dalam kotak hitam ini terdapat tiga komponen utama pendidikan yang saling berinteraksi satu dengan yang lain, yaitu peserta didik, pendidik, dan kurikulum. Tanpa peserta didik, siapa yang akan diajar? Tanpa pendidik, siapa yang akan mengajar, dan tanpa kurikulum, bahan apa yang akan diajarkan? Oleh karena itu mutu proses belajar mengajar, atau mutu interaksi edukatif yang terjadi di ruang kelas, menjadi faktor yang amat berpengaruh terhadap mutu pendidikan. Efektivitas proses belajar-mengajar dipengaruhi oleh: (1) lama waktu belajar, (2) metode mengajar yang digunakan, (3) penilaian, umpan balik, bentuk penghargaan bagi peserta didik, dan (4) jumlah peserta didik dalam satu kelas.
Ruang kelas di Indonesia sangat kering dengan media dan alat peraga. Pakar pendidikan, Dr. Arif Rahman, M.Pd. sering menyebutkan bahwa ruang kelas kita ibarat menjadi penjara bagi anak-anak. Jika diumumkan ada rapat dewan pendidik, dalam arti tidak ada kelas, maka bersoraklah para siswa, ibarat keluar dari pintu penjara tersebut. Sesungguhnya, di sinilah kelemahan terbesar pendidikan di negeri ini. Proses belajar mengajar di ruang kelas kita sangat kering dari penggunaan teknik penguatan (reinforcement), kering dari penggunaan media dan alat peraga yang menyenangkan. Dampaknya, dapat diterka, yaitu hasil belajar yang belum memenuhi standar mutu yang ditentukan. Sentral permasalahan lemahnya proses belajar mengajar di dalam kelas ini, sebenarnya sudah diketahui, yakni kualifikasi dan kompetensi guru. Setengah guru kita belum memenuhi standar kualifikasi. Apalagi dengan standar kompetensinya. Timbullah istilah ‘guru tak layak’. Belum lagi dengan masalah kesejahteraannya. Ada pendapat yang menyatakan bahwa semua masalah bersumber dari masalah kesejahteraan. Memang, kesejahteraan guru menjadi salah satu syarat agar guru dapat disebut sebagai profesi, selain (1) memerlukan keahlian, (2) keahlian itu diperoleh dari proses pendidikan dan pelatihan, (3) keahlian itu diperlukan masyarakat, (4) punya organisasi profesi, (5) keahlian yang dimiliki dibayar dengan gaji yang memadai (Suparlan, 2006).    
Keempat, hasil belajar (outcomes)
Hasil belajar adalah sasaran yang diharapkan oleh semua pihak. Di sini memang terjadi perbedaan harapan dari pihak-pihak tersebut. Pihak dunia usaha dan industri (DUDI) mengharapkan lulusan yang siap pakai. Pendidikan kejuruan dipacu agar dapat memenuhi harapan ini. Sedang pihak praktisi pendidikan pada umumnya cukup berharap lulusan yang siap latih. Alasannya, agar DUDI dapat memberikan peran lebih besar lagi dalam memberikan pelatihan.
Setidaknya, semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan menghasilkan lulusan yang dapat membaca dan menulis (literacy), berhitung (numeracy), dan kecakapan hidup (life skills) Ini memang pasti.  Selain itu, peserta didik harus memiliki kecerdasan emosional dan sosial (emotional dan social intelligences), nilai-nilai lain yang diperlukan masyarakat. Terkait dengan berbagai macam kecerdasan, Howard Gardner menegaskan bahwa “satu-satunya sumbangan paling  penting untuk perkembangan anak adalah membantunya untuk menemukan bidang yang paling cocok dengan bakatnya” (Daniel Goleman, 2002: 49, dalam Suparlan, 2004: 39). Hasil belajar yang akan dicapai sesungguhnya yang sesuai dengan potensinya, sesuai dengan bakat dan kemampuannya, serta sesuai dengan tipe kecerdasannya, di samping juga nilai-nilai kehidupan (values) yang diperlukan untuk memeliharan dan menstransformasikan budaya dan kepribadian bangsa. Dalam perspektif psikologi pendidikan dikenal sebagai ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dalam perspektif sosial dikenal dengan istilah 3H (head, heart, hand). Tokoh pendidikan dari Minang mengingatkan bahwa “Dari pohon rambutan jangan diminta berbuah mangga, tapi jadikanlah setiap pohon mangga itu menghasilkan buah mangga yang manis” (Muhammad Sjafei, INS). Semua itu pada dadarnya untuk mencapai tujuan pendidikan nasional “…. berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (Pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional).  
Kelima, konteks (contexts) atau lingkungan (environments)
Keempat dimensi yang telah dijelaskan tersebut saling pengaruh-mempengaruhi dengan konteks (contexts) atau lingkungan (environments) yang meliputi berbagai aspek alam, sosial, ekonomi, dan budaya, sebagai berikut:
  • Economics and labour market conditions in the community atau kondisi pasar ekonomi dan pasar dalam masyarakat.
  • Socio-cultural and religious factors atau faktor religius dan sosip-kultural.
  • Educational knowledge and support infrastructure atau pengetahuan dan infrastruktur yang mendukung dunia pendidikan.
  • PUBLIC RESOURCES AVAILABLE FOR EDUCATION atau ketersediaan sumber-sumber masyarakat untuk pendidikan.
  • Competitiveness of the teaching profession on the labour market atau daya saing profesi mengajar pada pasar tenaga kerja.
  • National governance and management strategies atau strategi manajemen dan tata kelola pemerintahan.
  • Philosophical standpoint of teacher and learner atau pandangan filosofis guru dan peserta didik.
  • Peer effects atau pengaruh teman sebaya.
  • PARENTAL SUPPORT atau dukungan orangtua atau keluarga.
  • Time available for schooling and home works atau ketersediaan waktu untuk sekolah dan PR.
  • National standards atau standar-standar nasional.
  • PUBLIC EXPECTATIONS atau harapan masyarakat.
  • Labour market demands permintaan pasar tenaga kerja.
  • Globalization atau globalisasi.
Pada awalnya, peran orangtua (rumah) dan keluarga belum dipandang sebagai dimensi yang benar-benar berpengaruh terhadap mutu pendidikan. Sekarang dukungan orangtua menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik. Dalam kajian tentang sekolah efektif (effective school), dukungan orangtua siswa dan masyarakat menjadi salah satu faktor dalam sekolah efektif.
Hasil lima kajian tentang sekolah efektif menjelaskan tentang faktor-faktor dalam sekolah efektif dapat dijelaskan dalam tabel berikut: 
Tabel 1 Hasil Lima Studi Tentang Sekolah Efektif 
Purkey & Smith,
1983
Levine & Lezotte, 1990
Scheerens,
1992
Cotton,
1995
Sammons, Hillman & Mortimore, 1995
·    Strong leadership ·  Outstanding leadership ·  Educational leadership ·   School management and organization, leadership and school inprovement, leadership and planning ·    Professional leadership
·    Clear goals on basic skills ·  Focus on central learning skills ·  - ·   Planning and learning goals and school-wide emphasis on learning ·    Concentration on teaching and learning
·    Orderly climate, achievement-oriented policy, cooperative atmosphere ·  Productive climate and culture ·  Pressure to achieve, consensus, cooperative planning, orderly atmosphere ·   Planning and learning goals, curriculum planning and development ·    Shared vision and goals, a learning environment, positive reinforcement
·    High expectations ·  High expectations ·  - ·   Strong teacher-student interaction ·    High expectation
·    Frequent evaluation ·  Appropriate monitoring ·  Evaluative potential of the school, monitoring of pupil progress ·   Assessment (district, school, classroom level) ·    Monitoring progress
·    Time on task, reinforcement, streaming ·  Effective instructional arrangements ·  Structured teaching, effective learning time, opportunity to learn ·   Classroom management, organization and instruction ·    Purposeful teaching
·    In-service training/ staff development ·  Practice-oriented staff development ·  - ·   Professional development and collegial learning ·    A learning organization
·   - ·  Slient parental involvement ·  Parent support ·   Parent-community involvement ·   Home-school partnership
·    - ·  - ·  External stimuli to make schools effective
·  Phisical and material school characteristics
·  Teacher experience
·  School context characteristics
·   Distinct school interactions
·   Equity
·   Special programmes
·    Pupil rights and responsibilities
 Sumber: EFA Global Monitoring Report 2005, hal. 66
 Tabel tersebut menjelaskan bahwa salah satu faktor sekolah efektif dikenal sebagai ‘keterlibatan orangtua’, ‘dukungan orangtua’, ‘keterlibatan orangtua-msyarakat’, atau ‘hubungan keluarga-sekolah’. Dari beberapa faktor sekolah efektif tersebut, hasil studi di negara maju menunjukkan adanya lima faktor yang paling berpengaruh terhadap efektivitas suatu sekolah (EFA Global Monitoring Report 2005, hal. 66), yaitu:
  1. strong eduational leadership -> terkait dengan pendidik dan tenaga kependidikan (masukan); 
  2. emphasis on acquiring basic skills -> terkait dengan kurikulum (masukan; 
  3. an orderly and secure environment -> terkait dengan konteks (lingkungan); 
  4. high expectations of pupil attainment -> terkait dengan peserta didik (masukan kasar); 
  5. frequent assessment of pupil progress -> terkait dengan proses belajar-mengajar (proses).  
Apabila dikaitkan antara kelima faktor sekolah efektif tersebu dengan lima dimensi mutu pendidikan yang telah dijelaskan sebelumnya, tampak nyata bahwa kelima faktor tersebut dalam tulisan ini juga dikenal sebagai dimensi-dimensi mutu pendidikan. Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa sekolah efektif tidak lain dan tidak bukan adalah juga sebutan untuk pendidikan yang bermutu. Sudah tentu juga ditambah dengan faktor-faktor sekolah efektif lainnya, termasuk peran dan dukungan orangtua dan masyarakat, yang diwadahi dalam lembaga yang dikenal dengan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di muka, dapatlah ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: (1) mutu pendidikan memiliki lima dimensi yang saling terkait, (2) lima dimensi mutu pendidikan pada hakikatnya juga merupakan faktor-faktor yang membentuk sekolah efektif, (3) sekolah yang efektif, dengan kata lain, dapat disebut sebagai sekolah yang bermutu, (3) dukungan orangtua dan masyarakat terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan disalurkan melalui wadah lembaga sosial yang kini dikenal dengan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. 
Jakarta, 21 Februari 2007.
Bahan Pustaka
Dedi Supriadi (Ed.). 2003. Guru di Indonesia, Pendidikan, Pelatihan, dan Perjuangannya Sejak Zaman Penjajahan Hingga Era Reformasi. Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan.
Goleman, Daniel. 2002. Emotional Intelligence. Jakarta: Gramedia.
http://www.suparlan.com
http://www.swopnet.com
Suparlan. 2004. Mencerdaskan Kehidupan Bangsa, Dari Konsepsi Sampai Dengan Implementasi. Yogyakarta: Hikayat.
Suparlan. 2005. Menjadi Guru Efektif. Yogyakarta: Hikayat.
Suparlan. 2006. Guru Sebagai Profesi. Yogyakarta: Hikayat.

DIPERKIRAKAN 70% KEPALA SEKOLAH TIDAK BERKOMPETEN


Departemen Pendidikan Nasional memperkirakan 70 persen dari 250 ribu kepala sekolah di Indonesia tidak kompeten. Berdasarkan ketentuan Departemen, setiap kepala sekolah harus memenuhi lima aspek kompetensi, yaitu kepribadian, sosial, manajerial, supervisi, dan kewirausahaan. Namun, hampir semua kepala sekolah lemah di bidang kompetensi manajerial dan supervisi. “Padahal dua kompetensi itu merupakan kekuatan kepala sekolah untuk mengelola sekolah dengan baik,” kata Direktur Tenaga Kependidikan Surya Dharma kepada wartawan di Jakarta kemarin.
 
Kesimpulan ini merupakan temuan Direktorat Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional setelah melakukan uji kompetensi. Direktorat Peningkatan Mutu melakukan uji kompetensi berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Kompetensi Kepala Sekolah. Lebih dari 400 kepala sekolah dari lima provinsi mengikuti tes tersebut. Untuk memastikan temuan itu, uji kompetensi kembali dilakukan pekan lalu terhadap 50 kepala sekolah sebuah yayasan pendidikan. “Hasilnya sama saja,” kata Surya.
Banyaknya kepala sekolah yang kurang memenuhi standar kompetensi ini tak terlepas dari proses rekrutmen dan pengangkatan kepala sekolah yang berlaku saat ini. Di sejumlah negara, kata Surya, untuk menjadi kepala sekolah, seseorang harus menjalani training dengan minimal waktu yang ditentukan. Ia mencontohkan Malaysia, yang menetapkan 300 jam pelatihan untuk menjadi kepala sekolah, Singapura dengan standar 16 bulan pelatihan, dan Amerika, yang menetapkan lembaga pelatihan untuk mengeluarkan surat izin atau surat keterangan kompetensi.
Sejak diberlakukannya otonomi daerah, pengangkatan kepala sekolah menjadi kewenangan penuh bupati atau wali kota. “Kewenangan tersebut menjadikan bupati atau wali kota seenaknya saja menentukan kepala sekolah,” ujarnya. Selain itu, proses pengangkatannya jarang disertai pelatihan. Ia berharap kepala daerah kembali menggunakan standar kompetensi dalam memilih dan mengangkat kepala sekolah.
Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Guru Independen Indonesia Yanti Sriyulianti menyatakan perekrutan kepala sekolah memang tidak profesional. Hal itu bisa dilihat dari banyaknya sekolah yang tidak berkualitas. Ia memberi contoh perekrutan kepala sekolah di Subang, Jawa Barat, yang cenderung tertutup. “Proses yang tertutup seperti itu bisa saja terjadi di tempat lain dan dapat diindikasikan sebagai salah satu bentuk korupsi, kolusi, dan nepotisme,” kata Yanti kemarin. Menurut dia, perlu perubahan manajemen dan regulasi yang lebih transparan dan akuntabel untuk memperbaikinya.

Senin, 14 Mei 2012

Tabel Angka Kredit Inpassing Guru Bukan PNS



Tabel Angka Kredit Inpassing Guru Bukan PNS


Peraturan Pemerintah  Nomor  41  Tahun  2009  tentang  Tunjangan  Profesi  Guru  dan Dosen,  Tunjangan  Khusus  Guru  dan  Dosen,  serta  Tunjangan  Kehormatan Profesor,  mengamanatkan bahwa guru yang telah memiliki sertifikat pendidik, baik yang  berstatus pegawai negeri sipil maupun yang bukan pegawai negeri sipil  dan  memenuhi  persyaratan  sesuai  dengan  ketentuan  peraturan perundang-undangan  diberi  tunjangan  profesi  dan  tunjangan  khusus  setiap bulan. Tunjangan profesi dan tunjangan khusus bagi guru pegawai negeri sipil yang menduduki  jabatan  fungsional  guru  diberikan  sebesar 1 (satu)  kali  gaji pokok  pegawai  negeri  sipil  yang  bersangkutan  sesuai  dengan  ketentuan perundang-undangan  setiap  bulan. Sedang  bagi  guru  bukan  pegawai  negeri sipil,  tunjangan  profesi  dan  tunjangan  khusus  diberikan  sesuai  dengan kesetaraan  tingkat,  masa  kerja,  dan  kualifikasi  akademik  yang  berlaku  bagi guru pegawai negeri sipil.
Mengingat  kebijakan  pemberian  tunjangan  profesi  dan  tunjangan  khusus tersebut berlaku  bagi semua guru  yang memenuhi syarat, maka untuk  dapat memberikan  tunjangan  profesi  dan  tunjangan  khusus  kepada  Guru  Bukan Pegawai  Negeri  Sipil  (GBPNS)  yang  telah  memenuhi  persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku, perlu dilakukan penyetaraan atau inpassing penetapan jabatan fungsional dan angka kreditnya bagi GBPNS  tersebut. Atas dasar  itu, ditetapkan Peraturan Menteri  Pendidikan    Nasional  (Permendiknas)  Republik  Indonesia Nomor  22  Tahun 2010  sebagai  perubahan    terhadap  Permendiknas    Nomor  47  Tahun  2007 tentang  Penetapan  Inpassing  Jabatan  Fungsional  GBPNS  dan  Angka Kreditnya yang dijadikan sebagai acuan untuk menetapkan Jabatan Fungsional GBPNS dan Angka Kreditnya.
Penetapan  jabatan  fungsional  GBPNS  dan  angka  kreditnya,  bukan  hanya untuk memberikan tunjangan profesi/khusus bagi mereka, namun dimaksudkan untuk  pembinaan  dan  perlindungan  serta  tertib  adminsitrasi  guru.  Jabatan fungsional  guru merupakan  jabatan  ahli.
Inpassing  Jabatan  Fungsional GBPNS  dan Angka Kreditnya  ditetapkan berdasarkan dua hal, yaitu kualifikasi akademik dan masa kerja.
Berikut tabel konversi nilai angka kredit jabatan fungsional GBPNS berdasarkan lampiran Pedoman Penetapan Jabatan Fungsional Guru Bukan PNS.

1. Kualifikasi SMA/SPG/SGO/D1/PGSLP/DII/PGSLA/Setara
Masa Kerja (th)
Angka Kredit
Gol.
Jabatan
 0 <MK< 6 25 II a Guru Pratama
 6 <MK< 10 40 II b Guru Pratama Tk I
10 <MK< 14 60 II c Guru Muda
14 <MK< 18 80 II d Guru Muda Tk I
18 <MK< 22 100 III a Guru Madya
22 <MK< 26 150 III b Guru Madya Tk I
26 <MK< 30 200 III c Guru Dewasa
30 <MK< 34 300 III d Guru Dewasa Tk I
MK> 34 400 IV a Guru Pembina

2. Kualifikasi Sarjana Muda/D3/Setara
Masa Kerja (th)
Angka Kredit
Gol.
Jabatan
 0 <MK< 6 40 II b Guru Pratama Tk I
 6 <MK< 10 60 II c Guru Muda
10 <MK< 14 80 II d Guru Muda Tk I
14 <MK< 18 100 III a Guru Madya
18 <MK< 22 150 III b Guru Madya Tk I
22 <MK< 26 200 III c Guru Dewasa
26 <MK< 30 300 III d Guru Dewasa Tk I
30 <MK< 34 400 IV a Guru Pembina
MK> 34 -


3. Sarjana/D4
Masa Kerja (th)
Angka Kredit
Gol.
Jabatan
 0 <MK< 6 100 III a Guru Madya
 6 <MK< 10 150 III b Guru Madya Tk I
10 <MK< 14 200 III c Guru Dewasa
14 <MK< 18 300 III d Guru Dewasa Tk I
18 <MK< 22 400 IV a Guru Pembina

4. Magister / S2
Masa Kerja (th)
Angka Kredit
Gol.
Jabatan
 0 <MK< 6 150 III b Guru Madya Tk I
 6 <MK< 10 200 III c Guru Dewasa
10 <MK< 14 300 III d Guru Dewasa Tk I
14 <MK< 18 400 IV a Guru Pembina

5. Doktor / S3
Masa Kerja (th)
Angka Kredit
Gol.
Jabatan
 0 <MK< 6 200 III c Guru Dewasa
 6 <MK< 10 300 III d Guru Dewasa Tk I
10 <MK< 14 400 IV a Guru Pembina

Minggu, 13 Mei 2012

powerpoint matematika SMP

Silakan download file powerpoint matematika SMP yang pernah saya download. Maaf sumbernya sudah lupa. Kalau nggak salah ada kata-kata "Persiapan UN", maklum sudah lama ada . Pokoknya semoga bermanfaat dan demi kemajuan matematika.

DOWNLOAD POWERPOINT :

1. Aritmatika Sosial
2. Bilangan Bulat
3. Himpunan 1
4. Himpunan 2
5. Himpunan 3
6. Himpunan 4
7. Himpunan 5
8. Pembahasan Soal Himpunan 1
9. Pembahasan Soal Himpunan 2
10. Pembahasan Soal Himpunan dan Aritmatika Sosial
11. Persamaan Garis Lurus
12. Persamaan Linear dua variabel
13. Persamaan Linear dua variabel 2
14. Persamaan dan Pertidaksamaan satu variabel
15. Pembahasan Soal Persamaan Linear dua variabel
16. Segiempat
17. Melukis Bangun Datar
18. Kesebangunan
19. Pengubinan
20. Lingkaran 1
21. Lingkaran 2
22. Lingkaran 3
23. Garis Singgung Lingkaran
24. Pembahasan Soal Lingkaran
25. Kubus Balok dan Tabung
26. Limas dan Kerucut 1
27. Limas dan Kerucut 2
28. Pembahasan Soal Lingkaran dan Bangun Ruang
29. Pembahasan Soal 1
30. Pembahasan Soal 2
31. Pembahasan Soal 3
32. Pembahasan Soal 4
33. Pembahasan Soal 5
34. Pembahasan Soal 6
35. Pembahasan Soal 7
36. Pembahasan Soal 8

5 komentar:

Pemberian Soal Pilihan Ganda Itu Malah Menjerumuskan Siswa



Pembiasaan evaluasi atau tes dengan  soal-soal pilihan ganda  dari tingkat SD hingga
perguruan tinggi dinilai  menjerumuskan siswa.  Kondisi tersebut mengakibatkan siswa
Indonesia hanya kuat dalam kemampuan menghafal atau di level pengetahuan, sedangkan
kemampuan menalar dan menerapkan ilmu pengetahuan sangat rendah.
Oleh karena itu, dalam aspek penilaian atau evaluasi siswa, baik yang dilakukan guru
maupun pemerintah, perlu digalakkan penggunaan item uraian.  Soal-soal pilihan ganda
mendorong siswa untuk menebak jawaban tanpa berpikir terlebih dahulu dan memudahkan
peserta yang berniat tidak jujur.
Kajian yang dikemukan sejumlah peneliti dari beberapa perguruan tinggi berdasarkan hasil-
hasil tes internasional yang diikuti siswa Indonesia dalam seminar bertema mutu pendidikan
dasar dan menengah.  Penelitian dilakukan berkolaborasi dengan Badan Penelitian dan
Pengembangan Depdiknas di Jakarta.
Sejak tahun 1990-an hingga saat ini, Indonesia terlibat dalam  tes internasional yang diikuti
siswa dari negara-negara maju dan berkembang yakni Programme for International Student
Assesment (PISA) di bidang membaca, matematika, dan sains untuk siswa SMP; Progress in
International Reading Literacy Study (PIRLS) bidang membaca untuk siswa SD; serta Trends
in International Mathematics and Science Study (TIMSS) bidang matematika dan sains untuk
siswa SMP. Hasil tes menunjukkan kemampuan siswa Indonesia masih berada di bawah
standar internasional.
Kemampuan rata-rata siswa  Indonesia dalam merespon item format uraian lebih rendah
dibandingkan merespons item format pilihan ganda. Kondisi itu secara umum menunjukkan
siswa Indonesia lemah untuk melakukan analisis, prediksi, dan membuat kesimpulan.
Felicia N Utordewo dari Universitas Indonesia mengatakan prestasi membaca siswa SD
Indonesia bukan saja terlihat rendah dalam PIRLS, tapi juga dalam ujian akhir sekolah
berstandar nasional (UASBN). Siswa Indonesia tidak terlatih untuk menyampaikan
pikirannya dalam bahasa yang runtut dan jelas.
Dalam penyusunan soal perlu dirakit soal-soal esai yang tidak memerlukan jawaban yang
panjang. Melalui soal seperti itu, siswa terdidik untuk berpikir mandiri dan memutuskan
jawaban sendiri, tanpa bantuan pilihan.
Salah  satu yang mempengaruhi kesulitan siswa Indonesia menjawab soal-soal dalam tes
internasional karena tidak terbiasa mengerjakan evaluasi skala nasional dengan soal esei atau
lebih terbiasa dengan soal pilihan ganda. Di soal TIMSS banyak soal yang bersifat penerapan
dan penalaran, sehingga akan menyulitkan siswa yang tidak terbiasa berpikir analitis.
Ujian nasional yang berbentuk pilihan ganda jadi acuan model penilaian di sekolah. Guru pun
melaksanakan ujian dengan bentuk soal pilihan ganda. “Selain pilihan ganda, perlu
dikembangkan soal uraian sehingga peserta berusaha dan terlatih untuk berfikir kritis dan logis yang merupakan indikator peningkatan kualitas siswa dan kualitas pendidikan
Indonesia.
Hendaklah  kegiatan pembelajaran harus memberikan ruang yang lebih luas lagi bagi siswa
untuk melakukan proses menalar dan menerapkan dibandingkan mengumpulkan pengetahuan
semata.

Sabtu, 12 Mei 2012

Himpunan Do'a Dalam Al-Qur'an

Download Buku Gratis Himpunan Do'a Dalam Al-Qur'an

Published on 21/12/2011 by in Buku Islam



Download Buku Gratis Himpunan Do’a Dalam Al-Qur’an

Buku Ini berisi tentang kumpulan do’a do’a yang di kutip dari ayat ayat yang ada dalam kitab al-qur’an. Buku ini di sertai dengan tulisan arab dan artinya. buku ini sangat bagus karena dengan membaca buku dan do’a yang ada dalam buku ini anda akan tahu pengertian atau arti dari do’a yang anda panjatkan.

Download Buku Gratis Himpunan Do’a Dalam Al-Qur’an

Download Bukunya sekarang juga, Klik link di bawah
Himpunan Do’a Dalam Al-Qur’an
Password: duniapustaka.com

Selasa, 01 Mei 2012

SEJARAH UJIAN NASIONAL


Sejarah Ujian Nasional

Pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, sistem ujian nasional telah mengalami beberapa kali perubahan dan penyempurnaan. Perkembangan ujian nasional tersebut, yaitu:
1. Periode 1965 - 1971
Pada periode ini, sistem ujian akhir yang diterapkan disebut dengan Ujian Negara, berlaku untuk hamper semua mata pelajaran. Bahkan ujian dan pelaksanaannya ditetapkan oleh pemerintah pusat dan seragam untuk seluruh wilayah di Indonesia.

2. Periode 1972 - 1979
Pada tahun 1972 diterapkan sistem Ujian Sekolah. Dengan penerapan ini, setiap atau sekelompok sekolah menyelenggarakan ujian akhir masing-masing. Soal dan pemprosesan hasil ujian semuanya ditentukan oleh masing-masing sekolah/kelompok sekolah. Pemerintah pusat hanya menyusun dan mengeluarkan pedoman yang bersifat khusus.
3. Periode1980 - 2000
Untuk meningkatkan dan mengendalikan mutu pendidikan serta diperolehnya nilai yang memiliki makna yang "sama" dan dapat dibandingkan antar-sekolah, maka sejak tahun 1980 dilaksanakan ujian akhir nasional yang dikenal dengan sebutan Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (Ebtanas). Dalam Ebtanas dikembangkan sejumlah perangkat soal yang "parallel" untuk setiap mata pelajaran dan penggandaan soal dilakukan di daerah.
4. Periode 2001 - 2004
Sejak tahun 2001, Ebtanas diganti dengan penilaian hasil belajar secara nasional dan kemudian berubah nama menjadi Ujian Akhir Nasional (UAN) sejak 2002. Perbedaan yang menonjol antara UAN dengan Ebtanas adalah dalam cara menentukan kelulusan siswa, terutama sejak tahun 2003. Dalam Ebtanas, kelulusan siswa ditentukan oleh kombinasi nilai semester I (P), nilai semester II (Q), dan nilai Ebtanas murni (R), sedangkan pada UAN ditentukan oleh nilai mata pelajaran secara individual.
5. Periode 2005 - sekarang
Untuk mendorong tercapainya target wajib belajar pendidikan yang bermutu, pemerintah menyelenggarakan Ujian Nasional (UN) untuk SMP/MTs/SMPLB dan SMA/SMK/MA/SMALB/SMKLB.
6. Periode 2008 - sekarang
Untuk mendorong tercapai target wajib belajar pendidikan yang bermutu, mulai tahun ajaran 2008/2009 pemerintah menyelenggarakan Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) untuk SD/MI/SDLB.

sumber : http://www.kemdiknas.go.id/orang-tua/ujian-nasional/sejarah-ujian-nasional.aspx

"PERKALIAN DENGAN KELIPATAN 9"


Dalam matematika banyak sifat-sifat unik pada bilangan tertentu. Jika kita kreatif maka sifat-sifat bilangan ini dapat kita jadikan sebagai alternatif “permainan matematika”. Penulis lebih senang menyebutnya “sulap matematika”. Sebagai guru matematika tidak dapat dipungkiri sering kita jumpai siswa yang kurang konsentrasi atau kurang memiliki motivasi belajar . Hal ini bisa disebabkan karena penyajian materi dari guru kurang menarik, metode pembelajarannya kurang variatif dan tidak berpusat pada siswa. Bisa jadi karena kondisi lain yang kurang menunjang misalnya pembelajaran berlangsung pada jam terakhir pada kelas pagi, atau sekolah masuk siang.

Salah satu alternatif pemecahan yang sering penulis lakukan adalah memberikan rekreasi berupa sulap matematika. Jika mungkin materi sulap disesuaikan dengan topik materi saat itu. Untuk itu seorang guru matematika perlu membekali diri dengan berbagai sulap yang ada. Adapun waktu pelaksanaannya bisa disisipkan pada kegiatan “apersepsi dan motivasi” di awal pelajaran atau kondisional sesuai kebutuhan yang dirasa perlu bagi guru untuk membangkitakan minat belajar siswa. Yang terpenting kegiatan ini tidak sampai mengganggu aktifitas utama guru pada penyampaian materi pembelajaran saat itu.

Salah satu bentuk sulap matematika yang akan penulis bahas pada postingan kali ini adalah
“PERKALIAN SUATU BILANGAN DENGAN KELIPATAN 9 ”
Mengapa kelipatan 9? Sebut saja 9, 18, 27, 36, 45, 54, dst. Ide sulap ini memang berdasar dari sifat unik yang dimiliki oleh perkalian suatu bilangan dengan 9. Perhatikan pola berikut:

1 x 9 = 9, jumlah digitnya 9
2 x 9 = 18 jumlah digitnya = 1 + 8 = 9
3 x 9 = 27 ,jumlah digitnya = 2 + 7 = 9
10 x 9 = 90 ,jumlah digitnya = 9 + 0 = 9
11 x 9 = 99 ,jumlah digitnya = 9 + 9 = 18, juga 1 + 8 = 9
12 x 9 = 108 ,jumlah digitnya = 1 + 0 + 8 = 9
24 x 9 = 216 ,jumlah digitnya = 2 + 1 + 6 = 9

51 x 9 = 459,jumlah digitnya = 4 + 5 + 9 = 18, juga 1 + 8 = 9
123 x 9 = 1107 ,jumlah digitnya 9= 1 + 8 = 9
3457 x 9 = 31113 ,jumlah digitnya 9= 1 + 8 = 9
987654 x 9 = 8888886,jumlah digitnya = 8x6 + 6 = 54, juga 5 + 4 = 9
Dapat ditunjukkan bahwa keunikannya terletak pada jumlah digit akhirnya selalu 9. Menarik bukan?

Nah selanjutnya bagaimana cara menyajikan sulap tersebut di dalam kelas? Simaklah langkah-langkah berikut:

Langkah pertama
Supaya lebih menarik dan siswa bisa terpana dengan sulapan kita maka buatlah bilangan perkaliannya berbeda-beda asalkan tetap merupakan kelipatan 9. Ambil saja 8 kelompok  di kelas tersebut. Secara acak setiap kelompok diberikan salah satu kartu bernomor 18, 27, 36, 45, 54, 63, 72, atau 81. Guru tidak perlu tahu kartu nomer berapa yang diterima setiap kelompok.
Langkah kedua
Setiap siswa diminta memikirkan dan menuliskan sebuah bilangan secara bebas bisa berupa 1, 2, 3, atau 4 digit. Sebenarnya tidak ada batasan banyaknya digit tetapi agar siswa tidak terlalu kesulitan menghitung cukuplah sampai 4 digit saja. Pastikan guru tidak melihat atau mengetahui angka yang dipikirkan siswa.
Langkah ketiga
Setiap siswa diminta menghitung hasil kali bilangan yang dipikirkan dengan nomor kartu yang diterima kelompoknya. Pastikan sekali lagi guru tidak mengetahui hasil perhitungan setiap siswa.
Langkah keempat
Setiap siswa diminta melingkari satu digit dari hasil perkaliannya sesuai kehendak sendiri. Guru bisa mengatakan “Lingkarilah salah satu angka yang kamu sukai dari hasil perkalian tersebut!”.  “Selanjutnya jumlahkan semua sisa angka yang tidak dilingkari”.
Langkah kelima
Secara acak dan satu persatu guru meminta siswa untuk menyebutkan jumlah semua sisa angka yang didapatkan. Saat inilah giliran guru menebak angka yang dilingkari siswa. Kemungkinan yang terjadi misalkan :
  1. Siswa menyebut 5 maka guru menebak 4
  2. Siswa menyebut 0 maka guru menebak 9
  3. Siswa menyebut 2 maka guru menebak 7
  4. Siswa menyebut 13 maka guru menebak 5
  5. Siswa menyebut 24 maka guru menebak 3
Apakah rahasia tebakan guru? Bingung Ya. Tidak perlu bingung-bingung rahasianya terletak pada bilangan kelipatan 9 yaitu 9, 18, 27, 36, dst
  1. 5<9, maka 9 – 5 = 4
  2. 0<9, maka 9 – 0 = 9
  3. 2<9, maka 9 – 2 = 7
  4. 9<13<18, maka 18 – 13 =5
  5. 18<24<27, maka 27 – 24 =3
Hati-hati jika siswa menyebutkan angka 9 maka ada 2 kemungkinan tebakan yaitu 0 atau 9 sebab 9 + 0 = 9, disamping itu 18 – 9 = 9. Komunikasi yang perlu dilakukan guru bisa bertanya “ Apakah bilangan yang kamu lingkari 0? Jika tidak maka tebaklah bilangan yang dilingkari pasti 9.

CONTOH:
1.       Siswa memikirkan bilangan 123
123 x 27 = 3321
Siswa menghitung jumlah sisa digit yang tidak dilingkari 3 + 3 + 1 = 7. Maka tebakan guru 9 – 7 = 2.
2.       Siswa memikirkan bilangan 7863
7863 x 36 = 283068
Siswa menghitung jumlah sisa digit yang tidak dilingkari 2 + 8 + 0 + 6 + 8 = 24. Maka tebakan guru 27 – 24 = 3.
3.       Siswa memikirkan bilangan 2
2 x 45 = 90
Siswa menghitung jumlah sisa digit yang tidak dilingkari 9. Maka tebakan guru bisa 0 atau 9, yang benar adalah 0
4.       Siswa memikirkan bilangan 11
11 x 18 = 198
Siswa menghitung jumlah sisa digit yang tidak dilingkari 1 + 8 = 9 . Maka tebakan guru bisa 0 atau 9, yang benar adalah 9
5.       Siswa memikirkan bilangan 2
2 x 45 = 90
Siswa menghitung jumlah sisa digit yang tidak dilingkari 0. Maka tebakan guru 9.

Materi sulap di atas memang masih menuntut siswa berhitung yang terkadang menjemukan. Namun dengan metode sulap maka kesan seperti itu tidak muncul lagi karena adanya tantangan dan rasa penasaran pada siswa. Seolah-olah guru ingin menunjukkan jati dirinya bukan hanya sebagai guru tetapi juga bisa sebagai “tukang sulap” . Tujuan akhirnya tidak lain agar siswa semakin senang belajar matematika