SELAMAT DATANG DI BLOG PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

SELAMAT DATANG DI BLOG PENDIDIKAN SMP NEGERI 37 OKU PROPINSI SUMATERA SELATAN

Selasa, 03 April 2012

Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Realistik Materi Penjumlahan dan Perkalian Bentuk Aljabar di kelas VIII SMP Negeri 37 OKU



I. PENDAHULUAN
Kondisi yang mewarnai pembelajaran matematika saat ini adalah seputar rendahnya kualitas (baca:mutu) pendidikan matematika, (Marpaung, 2001; Sembiring, 2001; Hadi, 2002; Fauzan, 2002). Laporan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) tiga tahun ini menunjukkan bahwa mutu pendidikan matematika yang ditandai dengan nilai rata-rata ujian nasional pada tingkat nasional masih yang terendah dibandingkan dengan mata pelajaran yang lain (Depdiknas, 2008).
Menurut Djaali (2007), Sukmadinata (2006) mengemukakan bahwa mutu pendidikan dicerminkan oleh kompetensi lulusan yang dipengaruhi oleh kualitas proses dan isi pendidikan, mutu dipandang hasil tetapi dapat pula dilihat dari proses pembelajaran di kelas, mutu lulusan yang rendah dapat menimbulkan berbagai masalah, seperti tidak dapat melanjutkan studi, tidak dapat menyelesaikan studinya pada jenjang lebih tinggi.
Jika ditinjau dari proses belajar mengajar, terdapat beberapa hal yang sangat mendasar dan perlu mendapat perhatian khusus, hal tersebut didasarkan pada hasil diskusi dari beberapa rekan guru dalam forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) mengungkapkan bahwa: (1) sangat sulit menerapkan model ataupun pendekatan pada RPP yang mereka buat, sehingga RPP yang dibuat belum mencerminkan model atau pendekatan yang mereka pilih, (2) RPP yang dibuat tidak dilengkapi LKS, buku siswa yang sesuai, karena mereka belum mengetahui benar bagaimana model atau pendekatan yang mereka pilih, (3) khususnya dalam penyajian materi masih terdapat beberapa masalah dalam pembelajaran
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 yang menjadi acuan sekarang ini antara lain menyatakan bahwa dalam kegiatan pembelajaran guru hendaknya menerapkan berbagai pendekatan, strategi, metode dan teknik pembelajaran yang mendidik secara kreatif, penataan materi pembelajaran secara benar sesuai dengan pendekatan yang dipilih dan karaktristik siswa. Pengajaran ini dimulai dari hal-hal konkret dilanjutkan ke hal yang abstrak. Pengajaran di SMP, terutama diarahkan agar siswa memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta memiliki sikap menghargai matematika dan kegunaannya dalam kehidupan, harapan tersebut tidak sejalan dengan situasi dan kondisi pembelajaran matematika di kelas selama ini dalam belajar adalah pembelajaran secara konvensional dimana siswa hanya menerima saja apa yang disampaikan oleh guru, urutan penyajian bahan dimulai dari abstrak ke konkret, yang bertentangan dengan perkembangan kognitif siswa dan kurang memanfaatkan lingkungan siswa sebagai sumber belajar (Soedjadi, 2001a).
Pembelajaran matematika realistik adalah  pendekatan pendidikan matematika yang telah dikembangkan dan diterapkan di Belanda sejak tahun 1971. Pendekatan ini mengacu pada pendapat Freudental (dalam Gravemeijer, 1994:82), yang menyatakan bahwa pendidikan matematika harus dikaitkan dengan realita dan kegiatan manusia. Pendekatan itu dikenal dengan nama Realistic Mathematics Education (RME).
Dalam bahasa Indonesia, secara operasional RME itu semakna dengan Pembelajaran Matematika Realistik. Oleh karena itu setelah melalui berbagai penyesuaian, RME itu dicoba dikembangkan dan diterapkan di Indonesia dengan nama Pembelajaran Matematika Realistik (PMR).
Soedjadi (2001a:2-3), mengemukakan bahwa PMR pada dasarnya adalah pemanfaatan realita dan lingkungan yang telah dipahami siswa untuk memperlancar proses pembelajaran matematika, dengan harapan agar tujuan pembelajaran matematika dapat dicapai lebih baik dari pada masa yang lalu. Yang dimaksud realita  adalah hal-hal nyata atau konkret, yang dapat diamati atau dipahami siswa melalui membayangkan. Sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan adalah lingkungan tempat siswa berada, baik lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat yang dapat dipahami siswa. Dengan kata lain yang dimaksud dengan lingkungan adalah kehidupan sehari-hari yang dialami atau dapat dipahami siswa.
Jelaslah bahwa dalam PMR pembelajaran tidak dimulai dari definisi, teorema atau sifat-sifat kemudian dilanjutkan dengan contoh-contoh, seperti yang selama ini dilaksanakan di berbagai sekolah. Namun sifat-sifat, definisi dan teorema itu diharapkan seolah-olah ditemukan kembali oleh siswa melalui penyelesaian masalah kontekstual yang diberikan guru di awal pembelajaran. Dengan demikian dalam PMR siswa didorong atau ditantang untuk aktif bekerja, bahkan diharapkan dapat mengkonstruksi atau membangun sendiri pengetahuan yang diperolehnya.
Gravemeijer (1994: 90-91), mengemukakan bahwa ada tiga prinsip kunci (utama) dalam Pembelajaran Matematika Realistik, yaitu: guided reinvention/ progressive mathematizing (penemuan kembali), didactical phenomenology (fenomena mendidik) dan self-developed models (mengembangkan model sendiri).
Soedjadi (2001a:3-4), menjelaskan bahwa dalam penerapan PMR yang beroriantasi pada pemecahan masalah kontekstual semenjak awal pembelajaran, perlu dipikirkan masalah-masalah sederhana yang memungkinkan siswa dapat melakukan kegiatan yang mengarah kepada pembentukan konsep antara (misalnya konsep antara ke-1). Setelah konsep antara ke-1 diperoleh, mungkin diperlukan konsep antara ke-2, yang dibangun sejalan dengan konsep antara ke-1. Pencapaian konsep-konsep antara ke-1, ke-2 dan seterusnya. memungkinkan dilakukan dengan berbagai cara berbeda oleh siswa melalui kegiatan informal matematika. Baru kemudian kegiatan diarahkan agar siswa dapat membangun sendiri konsep utama yang menjadi tujuan pembelajaran utama.
Terkait dengan prinsip dan karakteristik PMR, Fauzi (2002), mengemukakan adanya lima langkah kegiatan inti dalam pembelajaran matematika realistik, yaitu:   (1) Memahami masalah kontekstual, (2) Menjelaskan masalah kontekstual, (3) Menyelesaikan masalah kontekstual, (4) Membandingkan jawaban dan (5) Menarik kesimpulan.  Menjelaskan masalah kontekstual seperti dikemukakan Fauzi (2002), itu masih termasuk kedalam langkah memahami masalah kontekstual. Oleh karena itu dengan mengacu pada pendapat Gravemeijer (1994:93-94), Soedjadi (2001a:3-4), Fauzi (2002) dan memperhatikan pengertian, prinsip utama serta karakteristik PMR, sebagaimana dikemukakan di atas, maka langkah-langkah kegiatan pembelajaran inti PMR yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas empat langkah, yaitu: memahami masalah kontekstual, mendeskripsikan dan menyelesaikan masalah kontekstual, membandingkan dan mendiskusikan jawaban dan menarik kesimpulan.

II. PRAKTEK PEMBELAJARAN PMRI DI SMP NEGERI 37 OKU


Observasi ini saya laksanakan sebagai tugas mata kuliah Pendidikan matematika Realistik yang di ajarkan oleh Prof. Dr. Zulkardi M.I.Komp.M.Sc. Kami diminta untuk membuat lesson (Perangkat Pembelajaran PMRI) dan di praktekkan di sebuah sekolah yang kami kunjungi. Kebetulan saya melakukannya di SMP tempat saya mengajar Yaitu di SMP Negeri 37 Kabupaten Ogan Komering Ulu..
Materi yang saya pilih yaitu “ Penjumlahan dan perkalian Suku Aljabar”. Materi ini di ajarkan pada kelas VIII,   Mengapa saya mengambil materi ini? Dari pengalaman saya dan beberapa  guru matematika yang tergabung dalam MGMP matematika sekolah dikabupaten OKU pada umumnya mereka mengatakan anak-anak tersebut  mengalami kesulitan apabila ketemu soal yang menyangkut konsep penjumlahan dan perkalian bentuk aljabar. Begitupun hal yang saya temui di kelas IX saat  membahas soal-soal yang menyangkut konsep penjumlahan dan perkalian bentuk aljabar. Pada materi ini siswa masih kesulitan memahami konsepnya karena selama ini pembelajaran yang dilakukan masih memakai gaya lama. Menurut Soejadi (2000:1) Pembelajaran matematika di sekolah masih mengikuti kebiasaan dengan urutan diterangkan di berikan contoh dan diberikan latihan.
Itulah sebabnya saya tertarik untuk memilih materi ini  yang diajarkan dengan menggunakan pendekatan PMRI, dimana anak-anak diajak belajar dengan menggunakan benda yang konkret.. Ternyata anak-anak tersebut sangat antusias dan senang sekali sebab mereka tidak langsung disuguhi dengan angka-angka dan rumus-rumus yang langsung jadi. Semua mereka dapatkan sendiri melalui proses pembelajaran diskusi mereka dan akhirnya menarik kesimpulan dari apa yang didiskusikanya..
Untuk tugas mata kuliah ini karena waktunya pada semester genab dan siswa sedang melaksanakan semesteran maka saya mengambil sample beberapa orang saja dalam satu kelas yaitu kelas VIII B dan hanya satu kali pertemuan maka saya ambil yang sederhana saja. Tapi seandainya pengajaran ini kelak dipraktekkan dengan sebenarnya , mungkin banyak sekali manfaatnya bagi siswa, selain mereka belajar matematika menyenangkan, ingatan mereka tentang konsep penjumlahan dan perkalian bentuk aljabar ini juga juga akan bertahan lama sebab biasanya apabila pembelajaran itu dikaitkan dengan benda koonkret ia akan sangat melekat di ingatan siswa dan itu akan bertahan lama. 

III. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
a. Kegiatan Pendahuluan
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan pokok-pokok materi yang akan dipelajari
1.    Apersepsi, yaitu melalui Tanya jawab dengan siswa, guru mengingatkan tentang konsep penjumlahan dan perkalian yang telah dipelajari sebelumnya
2.    penjelasan tentang pembagian kelompok dan cara belajar. Tiap kelompok terdiri dari 4- 5 orang yang kemampuanya Hetrogen
b. Kegiatan Inti
1.    Siswa membentuk kelompok belajar yang diimformasikan guru
2.    Guru membagikan Lembar Kerja Siswa (LKS)
3.    Siswa bekerja dalam kelompok menyelesaikan permasalahan 1 yang ada dalam LKS dengan menggunakan benda-benda konkret yang dibawa siswa dalam kantong plastik.
4.    Siswa wakil kelompok mempersentasikan hasil diskusi kelompoknya dan kelompok lain menangapi hasil kerja kelompok yang mendapat tugas.
5.    Siswa mengerjakan permasalahan ke dua dengan permasalahan yang dibuat oleh guru dalam lembar kerja siswa untuk menghitung jumlah siswa laki-laki dan perempuan didua kelas yang berbeda. (data Absen Siswa)
 6.    Siswa wakil kelompok mempersentasikan hasil diskusi kelompoknya dan kelompok lain menangapi hasil kerja kelompok yang mendapat tugas.
7.    Siswa mengerjakan permasalahan ketiga dengan sebelumnya mendapat penjelasan dari guru langkah-langkah kegiatan yang harus dilakukanya dalam penggunaan media Ubin
 8.    Siswa wakil kelompok mempersentasikan hasil diskusi kelompoknya dan kelompok lain menangapi hasil kerja kelompok yang mendapat tugas.siswa membuat kesimpulan dari diskusi  yang dilakukanya.
9.    guru menjelaskan aturan perkaliaan dalam bentuk aljabar dan mengingatkan mereka kembali dengan pembelajaran sebelumnya tentang sifat distributif   dalam perkalian serta penggunaan media ubin dalam pembelajaran perkalian bentuk aljabar
10.    dengan bimbingan guru Siswa mengerjakan permasalahan keempat dengan menggunakan  media ubin dalam menentukan perkalian bentuk aljabar dan mempersentasikanya kedepan
11.    Siswa membuat kesimpulan dari apa yang telah dikerjakanya.
12. Guru mengadakan refleksi dengan menanyakan kepada siswa tentang hal-hal atau materi yang belum dipahaminya dengan baik, kesan dan pesan atau hal-hal yang dirasakan selama mengikuti pembelajaran.

c. Kegiatan Akhir (penutup)
1.    Guru dan siswa membuat kesimpulan akhir tentang penjumlahan dan perkalian bentuk aljabar
2.    Siswa diberikan pekerjaan rumah (PR) tentang penjumlahan dan perkalian bentuk aljabar.

IV. KARAKTERISTIK PMRI
Keterkaitan Pembelajaran pada materi Penjumlahan dan Perkalian Bentuk aljabar  ini dengan  kelima karakte-ristik PMRI, yaitu:
1. Menggunakan konteks
Konteks yang digunakan adalah daun pohon karet, biji pohon karet, lidi dan batu kerikil yang semuanya didapat siswa dengan mudah dari sekeling sekolah. Penggunaan konteks tersebut bertujuan agar proses berfikir siswa terjadi sehingga dengan menggunakan benda-benda konkret dapat melakukan proeses pemikiran menjumlahkan benda-benda yang sama atau sejenis.


 2.   Menggunakan model
Pola Ubin yang digunting-gunting siswa merupakan model dalam pembelajaran, dengan menggunakan model ubin atau metode ubin siswa dapat dengan mudah menjumlahkan dan mengalikan bentuk aljabar. Dan juga siwa dapat dengan mudah menarik suatu kesimpulan dari model yang merka buat dalam menjumlakan dan mengalikan bentuk aljabar.

3. Menggunakan kontribusi siswa
Kontribusi yang besar pada proses belajar mengajar diharapkan dari kontribusi siswa sendiri yang mengarahkan mereka dari metode informal mereka ke arah yang lebih formal. Siswa diberi kesempatan untuk bekerja, berpikir dan mengkomunikasikan pendapat mereka dan guru hanya bertindak sebagai pembimbing (fasilitator), moderator dan evaluator.

4. Interaktivitas
Guru sebagai fasilitator memberikan  arahan/petunjuk  untuk mengatur mereka sehingga siswa dapat berberinteraksi antara sesama siswa, siswa dengan guru, baik dalam diskusi, kerja sama dan evaluasi.

5. Terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya.
Dengan melakukan kegiatan pembelajaran, siswa dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahn yang ditemukanya dalam pelajaran matematika dan IPA. Hal ini tentunya sangat menarik bagi siswa sehingga siswa dapat mengembangkan pengetahuanya dalam pembelajaran dengan membuat model-model pembelajaran yang ada kaitanya dengan pelajaran yang diikutinya.




V. PRINSIP-PRINSIP PMRI

Keterkaitan pembelajaran pada materti Penjumlahan dan perkalian bentuk aljabar ini dengan 3 prinsip-prinsip PMRI,yaitu:
  1. Menggunakan konteks, benda-benda konkret yang ada disekitar sekolah merupakan fenomena-fenomena mendidik yang mengandung konsep matematika. Siswa diberi kesempatan untuk mengkontruksi konsep-konsep matematika atau mengalami sendiri proses yang sama saat mereka melakukan penjumlahan dan perkalian bentuk aljabar dengan secara langsung menggunakan benda-benda
  2. Dari konteks tersebut dapat dijadikan bahan dalam pembelajaran matematika yang berangkat dari keadaan yang real bagi siswa sebelum mencapai tingkatan-tingkatan matematika formal.
  3. Adanya model berupa ubin  pada buku mereka. Membandingkan pola pembelajaran yang ada dibuku paketnya dengan apa yang sudah dialaminya dalam pembelajaran, sehingga mereka mengetahui pembelajaran mana yang lebih baik digunakan dalam mengingat pembelajaran yang dibahas. Pola ubin yang digunakan berperan sebagai jembatan antara pengetahuan informal dan matematika formal

VI. KESIMPULAN
a. Kesimpulan
Dari hasil pembelajaran yang saya lakukan pada materi penjumlahan dan perkalian bentuk aljabar dengan pendekatan PMRI di SMP Negeri 37 OKU dapat disimpulkan bahwa anak-anak tersebut sangat  menyenangi cara pembelajaran seperti itu. Pertama dengan menggunakan daun pohon karet, biji pohon karet lidi dan batu kerikil dipikiran mereka sudah muncul pertanyaan-pertanyaan dan jawaban yang sesuai dengan pola pikirnya..Kedua dengan menghitung jumlah siswa laki-laki dan perempuan dalam dua kelas yang berbeda mereka mulai memahami apa yang akan dipelajarinya. Ketiga dengan menggunakan model ubin dan menggantikan variable-variabelnya dalam bentuk x dan y siswa tidak mengalami kebingungan lagi dalam menjumlahkan, sehingga mereka tinggal mengelompokkan variable-variabel yang sama untuk dijumlahkan. Keempat dengan menngunakan metode ubin siswa lebih memahami dan mampu menyimpulkan dalam menjumlahkan dan mengalikan bentuk aljabar
Siswa dengan senang melakukan diskusi dan lebih aktif dalam pembelajaran. Mereka termotivasi dengan pembelajaran baik dalam diskusi maupun bertanya kepada guru mengenai hal-hal yang belum dipahaminya dalam Guru sudah memulainya dengan sesuatu yang bentuknya konkreet ke yang abstrak, dari model of ke model for, dan dari informal ke formal. Itu artinya guru sudah bertindak sebagai fasilitator, moderator dan evaluator. Dan pada pembelajaran ini sudah ada keterkaitannya dengan 3  prinsip dan 5 karakteristik dalam PMRI.
b. Saran
Pembelajaran matematika berjalan secara efektif, jika kebutuhan akan perangkat pembelajaran terpenuhi oleh guru,  olehnya itu hasil pengembangan ini dapat digunakan dalam proses belajar mengajar untuk mendapatkan pembelajaran yang efektif dan menyenangkan, disamping itu dapat menghasilkan hasil belajar yang maksimal.
Sebagai perluasan hasil praktek pembelajaran ini, maka disarankan pula kepada guru matematika untuk melakukan inovasi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan  pembelajaran matematika realistik pada materi-materi yang lain agar siswa tertarik, senang dan aktif dalam belajar matematika.


Daftar Pustaka:

Zulkardi.2002.Developing a ‘rich’ learning environment on Realistic Mathematics
Wagiyo.A, dkk. 2008. Pegangan Belajar Matematika. Depdiknas.
Dewi Nuharini&Tri Wahyuni.2008. Matematika Konsep dan Aplikasinya. Depdiknas.
Wintarti,Atik, dkk.2008. Contextual Teaching and Learning Matematika. Depdiknas.
Hadi, Sutarto. 2005. Pendidikan Matematika Realistik. Tulip. Banjarmasin
Karso. 2009. Kajian Kesetaraan antara Pendekatan Kontekstual dengan Realistikc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar